Indonesia
telah mancapai masa kritis dalam pencapaian berbagai target Tujuan Pembangunan
Millenium (MDG’s) 2015. Arah pembangunan yang telah disepakati secara global tersebut
meliputi: (1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat; (2) mewujudkan
pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan dan mewujudkan kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan angka kematian anak; (5)
meningkatkan kesehatan maternal; (6) melawan dan menekan penyebaran HIV/AIDS dan
penyakit kronis lainnya (malaria dan TBC); (7) menjamin keberlangsungan
lingkungan; dan (8) mengembangkan kemitraan dan kerjasama global untuk
pembangunan. Delapan tujuan pembangunan tersebut seharusnya mutlak tercapai
sejak disepakati secara global pada tahun 2000 silam. Perkembangan pencapaian
MDGs di Indonesia telah banyak dikaji dari waktu ke waktu. Secara umum proses
pencapaian MDGs di tingkat nasional berjalan baik. Namun, pembangunan yang baik
pada suatu negara adalah ketika seluruh masyarakatnya dapat menikmati hasil
pembangunan secara adil dan merata.
Ketimpangan Distribusi Penduduk
Apa
yang terjadi di Indonesia ? Indonesia memiliki luas wilayah sekitar 7,9 juta km2
dengan 24,1%-nya adalah daratan (1,91 juta km2). Berdasarkan data
Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 jiwa dengan
kepadatan penduduk 124 jiwa per km2. Belum lagi pertambahan penduduk
Indonesia tiap tahunnya yang berkisar antara 3,5 juta hingga 4 juta jiwa. Jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk Singapura per Juni 2010 yang sekitar 5,08
juta jiwa, artinya tiap tahun penduduk Indonesia selalu bertambah hampir
sejumlah penduduk Singapura. Tidak hanya problematika kuantitas dan pertumbuhan
penduduk saja yang membuat repot pemerintah dalam menggagas kebijakan publik,
namun disparitas penduduk yang tidak merata juga perlu mendapat perhatian
khusus. Dengan luas daratan 1.922.570 km2 yang membentang dari Pulau
We di ujung barat hingga Kota Merauke di ujung timur negeri ini cukup
menghambat mimpi pemerintah untuk mencapai pembangunan yang merata di seluruh
wilayah NKRI ini.
Negara
ini memiliki lebih dari 17 ribu pulau besar dan kecil, yang 6 ribu di antaranya
belum berpenghuni. Sebut saja 5 buah pulau besar yang tersohor, seperti Pulau
Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua, yang
sudah cukup menggambarkan betapa luasnya negeri ini. Begitu banyak pilihan
wilayah untuk rakyatnya berpenghidupan, namun yang terjadi adalah penduduk
justru terkonsentrasi di Pulau Jawa. Bayangkan saja, lebih dari separuh
penduduk Indonesia terkonsentrasi di pulau yang memiliki hanya memiliki luas
132.107 km2 atau hanya sekitar 6 persen dari luas daratan Indonesia.
Ketimpangan distribusi penduduk ini jelas saja menghambat proses pencapaian
pembangunan yang bersifat merata di seluruh wilayah Indonesia. Kepadatan
penduduk di suatu wilayah juga secara tidak langsung mengindikasikan tingginya
intensitas kegiatan ekonomi yang terjadi di wilayah tersebut, terlepas dari
faktor-faktor lain yang berkorelasi dengan terjadi suatu kegiatan ekonomi.
Pembangunan
merupakan suatu proses untuk membuat perubahan kearah yang lebih baik dalam
berbagai dimensi kehidupan. Manusia selain dapat bertindak sebagai subjek
pembangunan, melainkan juga sebagai objek pembangunan. Artinya, pembangunan itu
merupakan sebuah proses yang dilakukan secara sistematis oleh sekumpulan
manusia yang berusaha untuk mencapai perubahan-perubahan kearah yang lebih baik
pada seluruh dimensi kehidupannya. Pembangunan manusia menjadi topik yang
selalu hangat diperbincangkan, baik dikalangan akademisi, pengambil kebijakan,
maupun rakyat yang sudah mulai ‘penasaran’ dengan ukuran-ukuran pembangunan
manusia. IPM merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk memantau sampai sejauh
mana pembangunan manusia yang telah dilakukan. Angka IPM disajikan dalam level
nasional, provinsi, hingga level kabupaten/kota. Penyajian IPM menurut wilayah
hingga level kabupaten/kota ini bertujuan agar dapat mengetahui peta
pembangunan manusia dari perkembangan, posisi, hingga disparitas pembangunan
yang terjadi antar daerah. Kebijakan desentralisasi hingga level kabupaten
ternyta sedikit banyak memiliki dampak negatif, salah satunya adalah
ketimpangan (disparistas) bagi pembangunan manusia. Pada level provinsi, Papua
menduduki peringkat terbawah pencapaian IPM selama dua tahun berturut-turut,
yaitu pada tahun 2009-2010. Sedangkan provinsi Papua Barat pada tahun 2010
menduduki peringkat kedua terbawah menggantikan provinsi Maluku Utara pada
tahun sebelumnya. Sedangkan peringkat 5 terbesar untuk level provinsi di
dominasi oleh wilayah-wilayah barat Indonesia. Ketimpangan yang terjadi dalam
pembangunan manusia semakin terlihat pada level kabupaten/kota. Peringkat 10
terbawah masih ‘dihuni’ oleh kabupaten-kabupaten di Papua. Ironisnya, peringkat
10 teratas mayoritas justru diduduki oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Jawa
dan Sumatera. Namun, keadaan ini sudah cukup membaik dari tahun 2009, hal ini
dikarenakan rentang IPM tertinggi dan terendah antar provinsi yang semula pada
tahun 2009 sebesar 12,83 dapat dikurani menjadi 12,66 pada tahun 2010. Jika dilihat
dari segi keragaman pencapaian nilai IPM antarpropinsi juga mengalami perbaikan
dari 3,48 pada tahun 2009 menjadi 2,98 pada tahun 2010. Kesenjangan pencapaian
pembangunan manusia yang terjadi antara wilayah bagian barat dan timur ini dinilai
merupakan akumulasi dari kesenjangan pembangunan infrastruktur pendidikan,
fasilitas kesehatan, serta sarana dan prasarana di bagian barat dan timur
Indonesia. Pada akhirnya para pengambil kebijakan perlu berpikir keras tentang
bagaimana membuat suatu terobosan yang dapat menjembatani ‘jurang’ kesenjangan
pembangunan manusia antarwilayah di seluruh Indonesia.
Catatan : Data yang digunakan bersumber pada data IPM yang dihasilkan BPS.
Catatan : Data yang digunakan bersumber pada data IPM yang dihasilkan BPS.
0 komentar:
Post a Comment