Sunday, March 4, 2012

Transjakarta..Oh..Transjakarta


Masih teringat benar dipikiran saya ketika pertama kali menggunakan jasa bus Transjakarta yang lebih akrab kita sebut dengan busway (walaupun kurang sesuai dengan makna yang sebenarnya), sekitar 5 tahun yang lalu, bangga dan katrok yang bercampur menjadi satu. Ya maklumlah, saya berasal dari sebuah kota di Kepulauan Riau yang kurang mengandalkan moda transportasi daratnya. Pertama kali menggunakan busway, saya langsung berpikir ekonomis “Waah, bisa keliling Jakarta nih hanya dengan Rp 3500,- “, pikiran itu terlintas ketika saya mengetahui bahwa pengguna busway bisa turun di halte mana saja (asalkan tetap dalam koridor yang sama), kemudian naik kembali (gratis) asalkan belum keluar dari halte atau tidak berhenti di perhentian terakhir suatu koridor. Pengguna juga dimanjakan oleh bus yang dilengkapi dengan pendingin udara (AC) tersebut, karena busway memiliki jalur khusus yang secara teori akan membuat perjalanan busway bebas hambatan, kecuali pada traffic light.

Alternatif Angkutan Darat
Ditengah-tengah keadaan kota Jakarta yang semakin padat dengan kendaraan, masyarakat rindu akan moda transportasi yang cepat dan bebas macet, nyaman, dan tentunya terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Pada tahun 2004, bak sebagai pahlawan, Transjakarta Busway mulai beroperasi untuk menjawab harapan masyarakat kala itu. Agar terjangkau oleh masyarakat, harga tiket busway pun disubsidi oleh pemerintah DKI Jakarta. Selama dua tahun sejak diresmikan, busway hanya beroperasi melayani rute Blok M – Kota (Koridor I), hingga pada tahun 2006 diresmikan koridor lainnya yaitu Koridor II yang melayani rute Pulo Gadung – Harmoni dan Koridor III yang menjelajah dari Kalideres hingga Pasar Baru. Seiring berjalannya waktu dan melihat kebutuhan masyarakat, maka hingga tahun 2012, telah terdapat 11 Koridor yang diharapkan dapat menjangkau seluruh wilayah Jakarta. Kedepannya, pengelola Transjakarta busway akan menambah beberapa Koridor lagi dengan harapannya adalah masyarakat akan beralih dari transportasi pribadi ke transportasi masal untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, secara teori busway dirancang untuk melalui jalur khusus yang diharapkan bisa melepaskannya dari ‘ancaman’ kemacetan. Di dalam busway juga terdapat satu atau lebih petugas yang dimaksudkan untuk mengatur arus penumpang masuk dan keluar bus, tempat bertanya, dan sekaligus mengawasi penumpang agar keamaan di dalam bus tetap terjaga. Penempatan halte pun telah dirancang sedemikian rupa dekat dengan tempat-tempat yang sering dikunjungi atau minimal ‘familiar’ di telinga masyarakat. Lengkap sudah rasanya kemudahan yang ditawarkan oleh Transjakarta busway ini. Oleh karena itu tidak terlalu tinggi rasanya asa, ketika kita berharap busway menjadi salah satu alternatif transportasi masal di kota nan padat ini.

Tapi Kini Tak Nyaman Lagi . . .
Berbagai kelebihan dan kemudahan tentang busway yang telah disebutkan di atas rasanya sirna beberapa tahun ini. Manisnya tawaran akan suguhan transportasi yang nyaman dan bebas macet ini, seakan terbang bersama kepulan asap bajaj. Sejak awal diresmikannya, Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta memang telah berupaya untuk berbenah menyempurnakan berbagai ‘kecacatan’ dalam operasional busway. Namun, berbagai fakta buruk terpaksa mengubur niat baik pengelola busway di mata masyarakat.
Kendati menjadi salah satu andalan Pemda DKI Jakarta, namun semakin sering saja kita mengalami atau mendengar busway yang mogok karena mesin panas, ban kempis, gangguan radiator, dan berbagai gangguan tekhnis lainnya. Berdasarkan catatan BLU Transjakarta, selama bulan Januari 2012 saja terdapat 74 bus yang mengalami mogok dengan penyebab yang bervariasi. Celakanya, terkadang gangguan seperti itu justru terjadi saat mobilitas yang tinggi sebagian besar masyarakat Jakarta, seperti saat jam berangkat kerja maupun pulang kerja. Bahkan, bukan tidak pernah busway terbakar saat menjalankan tugasnya. Kondisi bus yang tidak terawat juga menjadi sorotan masyarakat pengguna busway
Bus yang dapat menampung 80-100 orang dalam sekali jalan ini, ternyata sering membuat penumpang seperti masuk kedalam ‘oven berjalan’, karena terkadang rusaknya sistem pendingin di dalam bus. Belum lagi, handle yang dirancang untuk penumpang yang berdiri, sudah banyak tidak layak. Sehingga terkadang cukup membuat kerepotan pengguna yang ingin berpegangan untuk menjaga keseimbangan, maklum, butuh sedikit keseimbangan ekstra bagi penumpang yang berdiri saat bus yang konon boleh melaju hingga kecepatan 60 km/jam ini ngerem untuk berhenti.
Tidak hanya gangguan tekhnis yang menjadi persoalan pelik busway, berbagai kejadian kriminal turut serta mewarnai carut marut perjalanan busway. Pencopetan hingga pelecehan seksual terjadi di dalam alat transportasi andalan Pemda DKI Jakarta ini. Beberapa kali kita dengar kasus pelecehan seksual terjadi di dalam busway maupun saat berdesakan di halte untuk masuk ke dalam bus. Bagi pengguna jalan lainnya, busway merupakan momok tersendiri. Wajar saja, karena sudah panas rasanya telinga kita mendengar berbagai kecelakaan melibatkan busway sampai merenggut nyawa pengguna jalan lainnya, hingga nyawa seorang perwira menengah polisi pun harus berakhir karena terlindas busway.

Berbenah Diri
Memang sangat beragam persoalan yang dihadapi dalam operasional bus Transjakarta. Namun, kita juga perlu memberi jempol kepada BLU Transjakarta yang tidak henti-hentinya mencarikan solusi bagi persoalan-persoalan tersebut. Mulai dari kasus pelecehan yang marak terjadi di dalam bus maupun di halte, pengelola telah menerapkan strategi memisahkan penumpang laki-laki dan perempuan di dalam bus. Melihat penerapannya, meskipun terkesan ‘dipaksakan’ karena busway tidak memiliki sekat di dalam bus nya, namun langkah ini patut kita hargai sebagai alternatif pencegahan untuk meminimalisisr kasus pelecehan seksual di dalam bus. Hal serupa juga diterapkan pada sistem antrian di halte yang telah memisahkan antara penumpang laki-laki dan perempuan, meskipun terkadang saat jam-jam sibuk, kebijakan itu menjadi tidak efektif.
 Dalam meminimalisir kecelakaan yang melibatkan busway, pengelola pun telah menyiapkan strategi-strategi khusus, dimulai dari sterilisasi jalur Transjakarta. Portal-portal telah disiapkan di beberapa titik jalur busway. Keberadaan portal tersebut dimaksudkan agar kendaraan lain tidak dapat menggunakan jalur Transjakarta. Selain itu, di beberapa titik persimpangan yang dianggap rawan telah disiapkan beberapa petugas yang diharapkan dapat membantu dalam hal keamanan dan kelancaran arus lalulintas saat busway melewati wilayah tersebut.

Pemeliharaan dan pemeriksaan rutin terhadap seluruh armada dan fasilitasnya pasti telah dilakukan oleh pengelola Transjakarta busway, namun kedepannya diharapakan dapat lebih ditingkatkan lagi. Kelancaran dan kenyamanan busway juga bergantung kepada pengguna busway  itu sendiri dan pengguna jalan lainnya. Tertib saat antri untuk masuk ke dalam bus, serta patuh terhadap peraturan di dalam bus menjadi awal dari kenyaman yang akan dirasakan oleh seluruh pengguna busway . Bagi pengguna jalan lainnya, juga diharapakan turut serta menciptakan keamanan dan ketertiban. Tidak masuk ke dalam jalur busway merupakan langkah pribadi untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Tidak ketinggalan bagi para pejalan kaki, sering sekali pejalan kaki yang ingin menyeberang jalan malas menggunakan jembatan penyeberangan atau menyebrang di tempat yang telah ditentukan, sehingga melintas di jalur busway. Hal ini justru akan merugikan diri sendiri.
Peran Transjakarta busway sangat besar dalam mobilitas masyarakat Jakarta. Untuk itu diharapkan kesadaran dari berbagai pihak untuk mewujudkan Transjakarta busway sebagai alternatif alat transportasi favorit masyarakat untuk mengurangi kemacetan di Jakarta ini.